Pilihan Redaksi
By using our website, you agree to the use of our cookies.

Sesalkan 4 tewas ditebas clurit di Bangkalan, Ketua DPD RI: Seharusnya carok direvitalisasi jadi produk budaya suku Madura
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. @foto:bipermil
HEADLINE

Sesalkan 4 tewas ditebas clurit di Bangkalan, Ketua DPD RI: Seharusnya carok direvitalisasi jadi produk budaya suku Madura 

LENSAINDONESIA.COM: Aksi perkelahian bersenjata di Bangkalan, Madura, berakibat empat nyawa melayang menjadi perhatian serius Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Ia meluruskan adanya anggapan perkelahian itu disebut peristiwa “Carok”.

Pimpinan tertingi dewan perwakilan daerah (DPD) ini, bahkan prihatin dan menyesalkan, karena kejadian sadis yang mengundang perhatian publik itu hanya dipicu persoalan sepele. Gegara pengendara motor (korban) tersinggung ditegur pelaku.

“Menurut saya, itu perkelahian bersenjata. Bukan murni Carok. Carok itu memang ada dalam tradisi Suku Madura, yang sekarang memang sudah jauh berkurang,” ujar LaNyalla, elite parleman yang sangat memahami budaya masyarakat Madura, dalam keterangannya, Minggu (14/01/2024).

Carok itu, menurut LaNyala, para pelaku yang terlibat janjian bertemu, saling membawa senjata tajam dan biasanya dikenal dengan sebutan clurit. Lazimnya bertemu di tempat yang sepi, atau jauh dari keramaian publik.

“Umumnya terkait dengan persoalan yang menyangkut harga diri yang serius,” kata LaNyalla.

Sebagaimana ramai diberitakan, perkelahian menewaskan empat korban itu terjadi di Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi, Bangkalan, Madura, Jumat (12/01/2024). Bermula pelaku menegur korban yang mengendarai motor dengan membleyer terlalu keras. Korban tidak terima dan memukul pelaku sambil menantang untuk duel.

Pelaku dengan emosi mengambil senjata clurit di rumah. Dia mengajak saudaranya mendatangi TKP. Sebaliknya, korban juga balik ke rumahnya dan mengambil senjata clurit. Korban pun mengajak tiga saudaranya menuju TKP.

Pelaku dan seorang saudaranya sama-sama bersenjata clurit, langsung menyerang empat korban yang datang ke TKP. Karena yang bersenjata clurit hanya seorang, sehingga dua pelaku tanpa perlawan berimbang, langsung membabatkan cluritnya ke arah empat korban hingga tewas.

LaNyalla yang menyesalkan kejadian yang disulut persoalan sepele itu, berharap tradisi “Carok” yang sebenarnya di Madura harus direvitalisasi. Sehingga, masyarakat tidak “salah kaprah” mengartikan Carok.

“Sehingga menjadi produk budaya, dan senjata cluritnya bisa menjadi heritage. Atau, warisan kebudayaan Suku Madura,” kata LaNyalla.

“Clurit khas Madura yang dulu kerap dibuat Carok, sehingga dapat menempati posisi (bernilai luhur) seperti Keris di Jawa. Dan, kisah-kisah atau sejarah tentang Carok dapat menjadi khazanah literasi budaya Indonesia,” imbuh Mantan Ketua PSSI ini.

Dengan begitu, lanjut LaNyalla, nilai yang dikedepankan adalah nilai kebudayaannya. Bukan nilai aksinya.
“Sehingga tidak lagi dilakukan kembali, tetapi dilestarikan nilai kebudayaannya sebagai pengetahuan, warisan budaya,” ujar LaNyalla.

“Nilai-nilai sejarah kearifan lokal yang dijadikan produk budaya. Ini juga bisa mengundang potensi wisata, sebagai sebuah pengetahuan sejarah,” tutur LaNyalla.

Menurutnya, jika tradisi Carok diteruskan pada skala aksi, maka akan merugikan pada jangka panjang. Karena masyarakat di Pulau Garam semakin plural dan majemuk. Investasi dunia usaha dan dunia industri juga diharapkan semakin banyak.

“Karenanya, kenyamanan, ketentraman dan keamanan menjadi syarat utama. Tetapi kalau dilestarikan sebagai produk budaya, justru bisa mendatangkan nilai ekonomis,” kata LaNyalla.

LaNyalla mencermati ada banyak tradisi perarungan heroik serupa carok di berbagai daerah di Tanah Air. Masyarakat Bugis-Makassar, misalnya, memiliki tradisi Sigajang Laleng Lipa, yang merupakan tradisi untuk mempertahankan harga diri dan martabat.

“Saat ini, tradisi tersebut justru menjadi budaya yang memiliki nilai tambah masyarakat dalam konteks pariwisata,” ungkap politikus kelahiran Jakarta, yang dibesarkan di Kota Pahlawan Surabaya ini.

“Tradisi tersebut justru menjadi pendukung pariwisata. Disajikan dalam pertunjukkan-pertunjukkan pameran seni-budaya Bugis-Makassar dalam konteks pariwisata,” pungkas politikus berdarah Bugis ini. @bipermil

Related posts