Pilihan Redaksi
By using our website, you agree to the use of our cookies.

Waspadai kampanye Ganjar-Mahfud unggul, Kombatan: TPN dan koalisi harus “fix”-kan tim quick count pembanding KPU
Ketua DPN Kombatan Budi Mulyawan bersama Capres Ganjar Pranowo. @foto:kombat
DEMOKRASI

Waspadai kampanye Ganjar-Mahfud unggul, Kombatan: TPN dan koalisi harus “fix”-kan tim quick count pembanding KPU 

LENSAINDONESIA.COM: Ormas nasionalis Komunitas Banteng Asli Nusantara (Kombatan) menyarankan masyarakat pendukung Ganjar dan Mahfud, agar tetap meningkatkan kewaspadaan menghadapi potensi kecurangan Pilpres 14 Februari 2014. Khususnya, prosesi pencobloskan di TPS hingga perhitungan suara hasil Pilpres.

“Pilpres akan memasuki hari tenang tanpa kampanye. Jadi, meningkatkan kewaspadaan sangat wajib demi menjaga kemenangan Ganjar-Mahfud yang sudah di depan mata,” kata Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Kombatan Budi Mulyawan, dalam keterangannya, Jumat (9/02/2024).

Budi Mulyawan, yang akrab disapa Cepi, menilai kemenangan Ganjar-Mahfud di depan mata karena semua kampanyenya yang di-share masyarakat di medsos, terbukti dibanjiri massa. Sebaliknya, kata dia, lawan kontestasi yang gembar-gembor klaim menang satu putaran, faktanya situasi kampanye di sejumlah kota yang beredar di medsos terbukti sepi massa.

“Oleh karena itu, masyarakat juga harus semakin kritis terhadap potensi permainan angka prosentase hasil lembaga survei yang sumber pendanaan surveinya patut dipertanyakan. Sebab lebih tidak masuk akal, jelang hari tenang, ada yang masih nekad mengeluarkan angka elektoral mendekati 50 persen,” ungkap Cepi.

Padahal, lanjut Cepi, gelombang aksi protes mempertanyakan netralitas Jokowi dan kejujuran pencalonan Gibran yang anak presiden sebagai Cawapres nomer urut 02, terus bermuncul di kampus-kampus besar di Indonesia. Begitu pula aksi massa dan mahasiswa yang turun ke jalan mempersoalkan netralitas pemerintahan Jokowi.

“Pemaksaan angka hasil survei yang berlebihan terhadap Paslon nomer urut 02 itu berpotensi dijadikan ‘framing’ opini publik. Tujuannya, supaya publik tidak membantah jika hasil quick count atau hitung cepat maupun perhitungan manual KPU, nantinya angka yang keluar menyerupai hasil survei-survei menjelang Pilpres,”  katanya.

Cepi juga mengingatkan, meski masyarakat wajib tetap waspada, namun jangan sampai khawatir berlebihan. Ini demi menghindari potensi reaksi bertindak merugikan.

Karena itu, Cepi mendorong TPN (Tim Pemenangan Nasional) dan partai koalisi pengusung Ganjar-Mahfud untuk memastikan kesiapan tim antisipasi menghadapi kecurangan. Khususnya, terkait prosesi perhitungan suara hasil Pilpres agar menggunakan sistem prosesi quick count dan real count yang benar-benar “fix“.

“Kabarnya, TPN dan partai koalisi memastikan menggunakan sistem IT yang cukup canggih. Kami berharap khususnya dalam mengumumkan hasil hitung cepat nanti, minimal validitasnya tidak kalah dengan prosesi quick count yang dilegitimasi KPU, termasuk real count KPU,” tegas Cepi.

Dengan begitu, kata Cepi, hasil dari tim quick count TPN maupun partai dapat langsung diumumkan pada hari ‘H’ Pemilu, bersamaan pengumuman quick count versi KPU.

“Sekaligus, bisa jadi pembanding atau klarifikasi jika terjadi kecurangan maupun salah hitung pada quick count versi KPU,” imbuh Cepi, yang juga Ketua Umum Jejaring Relawan Jarwo Center Indonesia.

TANTANGAN PALING RAWAN

Menurut Cepi, tantangan paling berat yang dihadapi Ganjar-Mahfud, termasuk para kader PDIP yang jadi Calon Legislatif (Caleg) Pemilu 2024, bukan lawan kontestasi. Tapi, kata Cepi, justru ada pada Jokowi.

Sebab, menurutnya, Jokowi sebagai kader PDIP kabur mendukung partai lain, dia sangat tahu persis rahasia bagaimana mekanisme partai memenangkan dirinya maupun perolehan kursi legislatif di DPR RI.

“Sebagai kader elite partai, Jokowi paham kedalaman PDIP. Jadi, sangat mungkin membocorkan ke pihak lawan koalisi PDIP,” tandas mantan fungsionaris DPP PDI Perjuangan, yang juga berpengalaman memimpin pengerahan Kombatan jadi relawan militan pendukung Jokowi dalam dua kali Pilpres,

Cepi juga menyoroti tidak hanya Jokowi yang rawan membocorkan kelemahan dan keunggulan PDI Perjuangan. Tapi, juga Budiman Sudjatmiko dan Maruarar Sirait yang juga ikut kabur dari PDI Perjuangan, dan mendukung Paslon 02.

“Mereka wajar dianggap pengkhianat oleh kader PDI Perjuang. Sebab, sangat mungkin melakukan copy paste kekuatan dan kelemahan PDIP untuk kepentingan lawan,” kata Cepi, yang jadi kader PDIP sejak masih bernama PDI, juga pelaku sejarah “Kudatuli” (tragedi 27 Juli 1996), pemberangusan kantor DPP PDI pro Mega oleh rezim Soeharto.

Lantas, Cepi membandingkan secara sarkasme dengan dunia sepak bola profesional. Kata dia, bintang bola pindah ke klub lain ada kewajiban bayar transfer mahal setara kualitas atlet. Apalagi, saat menjelang momen pertandingan.

Sebab, klub terlanjur berkorban mengeluarkan multi investasi besar hanya demi menjadikan sosok atlet berproses dari misalnya, anak desa kemudian jadi bintang dunia.

“Begitu pula dengan adanya tragedi di Pilpres 2024 ini. Sebagai kader partai dari nol hingga bisa jadi presiden, tapi berpaling mendukung partai lain, benar-benar jadi fenomena baru dalam catatan sejarah politik di Tanah Air,” ungkap Cepi.

“Ini fenomena diluar logika keadaban kenegarawanan Indonesia. Bayangkan, seorang kader partai dari warga biasa difasilitasi jadi walikota, gubernur, hingga dua kali presiden, lantas kabur begitu saja hanya untuk mendukung partai lain,” imbuh pimpinan Ormas Nasionalis yang ketua dewan pembinanya, Sidarto Danusuboto, mantan Ajudan Proklamator Ir Soekarno dan Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden) Jokowi dua periode ini.

Menurut Cepi, begitu pula yang dilakukan Budiman Sudjatmiko dan Maruarar Sirait. Setelah difasilitasi partai hingga sukses jadi tokoh elit, lantas keduanya tanpa beban dalam momen Pilpres 2024, pindah ke partai lain hanya untuk mendukung Capres dan Cawapres yang diusung partai tersebut.

“Kombatan juga ingatkan, bahaya besar bagi keadaban bangsa ini kalau revolusi mental yang dimaksud Jokowi praktiknya seperti ini. Karena itu, Kombatan mengapresiasi kaum intelektual di kampus-kampus bergerak mengritisi moralitas Jokowi sebagai presiden yang semestinya menjadi panutan masyarakat,” pungkas Cepi. @licom_09

 

Related posts