Pilihan Redaksi
By using our website, you agree to the use of our cookies.

Dua kali keluarkan SP3, warga Surabaya praperadilankan penyidik Polda Jatim
Kuasa hukum Lie David Linardi, Johan Widjaja menunjukkan bukti. FOTO: rofik-LICOM
DEMOKRASI

Dua kali keluarkan SP3, warga Surabaya praperadilankan penyidik Polda Jatim 

LENSAINDONESIA.COM: Seorang warga Surabaya bernama Lie David Linardi mempraperadilankan penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Timur.

Perlawanan hukum para peradilan ini dilakukan karena penyidik Ditreskrimum Polda dinilai tidak profesional dan tidak konsisten dalam penegakan hukum hingga mengeluarkan dua kali Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam perkara pidana dugaan keterangan palsu dalam sidang perceraian Lie David Linardi di Pengadilan Negeri Surabaya.

Perkara pidana tersebut berawal dari laporan Polisi dengan Nomor : LP-B/935/XII/RES.1.9/2020/UN/SPKT Polda Jatim dengan dua terlapor yaitu Liem Ming Lan dan Helmi/ Ming Tj alias Debora Helmi atas dugaan memberikan keterangan palsu dibawah sumpah sebagaimana diatur dalam Pasal 242 KUHP.

Kemudian pada 29 April 2021, penyidik mengeluarkan SP3 karena perkara dinilai tidak cukup bukti.

Merasa tidak mendapat keadilan, pada 9 April 2021, pelapor Lie David Linardi melalui kuasa hukumnya Johan Widjaja akhirnya melaporkan masalah SP3 yang dikeluarkan Polda Jatim itu ke Mabes Polri.

Dari laporan ke Mabes Polri tersebut, akhirnya dilakukan gelar perkara pada 29 Juni 2022. Dan diputuskan serta memerintahkan, bahwa Penyidik Direskrimum Polda Jatim agar kembali melanjutkan perkara yang dilaporkan tersebut.

Johan Widjaja mengatakan, berdasarkan putusan Mabes Polri tersebut, penyidik Ditreskrimum Polda Jatim kembali melanjutkan penyelidikan atas laporan klienya sehingga penyidik menaikan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan.

“Dengan dinaikannya status dari penyelidikan ke penyidikan, tentunya penyidik di sana sudah mengantongi dua alat bukti yang kami berikan sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP,” terang Johan kepada wartawan di Surabya, Rabu (20/03/2024).

Disinggung keterangan palsu di bawah sumpah yang dilakukan oleh terlapor, Johan menegaskan, Liem Ming Lan selaku terlapor pertama telah memberikan keterangan palsu yang mengaku sebagai orang tua kandung dari terlapor II pada sidang perceraian dengan kliennya.

“Pada sidang perceraian di Pengadilan Negeri Surabaya 2014 lalu, terlapor Debora Helmi mengahdirkan Liem Ming Lan yang diakui sebagai orang tua kandung (Ibu). Padahal orang tua terlapor sendiri bernama Oei Jik Lee, dan itu tertera sesuai pada dokumen Negara,” tambahnya.

Namun, Johan menjelaskan, Penyidik Sibdit IV Ditreskrimum Polda Jatim, pada pada 29 Februari 2024, kembali menghentikan perkara tersebut dengan mengeluarkan SP3 dengan Nomor: SPPP/28/A/RES.1.9/Ditreskrimum Polda Jatim dengan alasan yang sama, yakni, tidak cukup bukti.

“Di sini kami melihat penyidik Polda Jatim menangani perkara ini tidak profesional, karena ada dua saksi fakta yang mengenal siapa itu kedua terlapor. Bahkan, terlapor Liem Ming Lan yang diakui sebagai orang tua kandung saat memberikan kesaksian di Pengadilan, usianya lebih muda dari terlapor Debora,” beber Johan.

Selain tidak profesional, Johan juga mengatakan, penyidik juga dianggap tidak konsisten dimana dua alat bukti yang diajukan telah dinilai cukup sehingga status dari Lidik dinaikan ke Sidik, namun dimentahkan kembali dengan dikeluarkannya SP3.

“Dalam Pasal 184 KUHAP alat bukti itu dinilai cukup sesuai dengan keterangan saksi, keterangan ahli, surat atau dokumen dan keterangan terdakwa. Dengan dikeluarkannya SP3 itu kami melakukan Praperadilan kepada penyidik Polda Jatim,” pungkasnya.

Lie David Linardi sendiri mengaku sangat dirugikan oleh keterangan terlapor Liem Ming Lan atas putusan pengadilan yang mengharuskan dirinya bercerai dengan istrinya hingga saat ini tidak bisa bertemu dengan ke empat anaknya.

“Ibu kandung dari mantan istri saya bernama Oei Jik Mee, sementara Liem Ming Lan yang dihadirkan sebagai saksi di pegadaian itu adalah temannya pada persekutuan doa di gereja,” sebutnya.

Sementara itu, Direskrimum Polda Jatim Kombes Pol Totok Suharyanto mempersilahkan bila ada warga yang melakukan gugatan praperadilan ke pengadilan atas ketidakpuasannya terhadap penegakan hukum di institusinya. Menurutnya, perlawanan hukum itu bagian dari hak setiap warga negara.

“Silahkan melakukan menempuh jalur praperadilan. Itu hak konstitusi pemohon,” ujarnya Totok@rofik

 

Related posts