Pilihan Redaksi
By using our website, you agree to the use of our cookies.

IPW desak Polda Jatim tetapkan tersangka dugaan penggelapan saham wartawan Jawa Pos
Para mantan awak media Jawa Pos membentuk paguyuban CowasJP (Konco Lawas JP) dibawa naungan Yayasan Pena Jepe Sejahtera. Bersatu memperjuangkan hak saham untuk menopang hidup hari tua yang digelapkan dan dimanipulasi penguasa Jawa Pos. @foto:cowas
HEADLINE

IPW desak Polda Jatim tetapkan tersangka dugaan penggelapan saham wartawan Jawa Pos 

LENSAINDONESIA.COM: Indonesia Police Watch (IPW) berharap dugaan penggelapan saham wartawan Jawa Pos yang ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim harus dituntaskan secara profesional dan akuntabel.

“Sebab, para karyawan yang pernah bekerja di Jawa Pos (JP) itu, tidak pernah memperoleh manfaat dari sahamnya yang telah dititipkan ke Dahlan Iskan,” kata Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya tertulis diterima LensaIndonesia.com, Kamis (21/12/2023).

Adanya tindak pidana penggelapan saham tersebut diadukan oleh pengacara Ganing Pratiwi dari Law Firm Duke Arie & Associates yang menjadi kuasa hukum dari mantan karyawan Jawa Pos.

Dugaan penggelapan deviden saham itu besarannya 20℅ –dari total saham Jawa Pos– milik eks Yayasan Karyawan Jawa Pos yang saat ini bernama Yayasan Pena Jepe Sejahtera berdasarkan pasal 372 KUHP juncto Pasal 374 KUHP.

Pelaku penggelapan yang dilaporkan adalah salah satu dari delapan pemegang saham PT Jawa Pos, yakni Dahlan Iskan, mantan Direktur Utama dan Komisaris Utama PT Jawa Pos, yang posisinya digantikan Ratna Dewi alias Wenny sebagai Dirut (2002-2016), dan Komisaris Utama (sampai sekarang).

Pantauan IPW, bahkan sekarang ini, pihak Ditreskrimsus Polda Jatim sudah mengeluarkan surat perintah penyelidikan bernomor: SP.Lidik/3164/X/RES.2.2/2023/Ditreskrimsus tertanggal 10 Oktober 2023. Sementara laporan informasi masalah penggelapan tersebut terregistrasi dengan nomor: LI/1704/X/RES.2.2/2023/Ditreskrimsus tanggal 9 Oktober 2023.

Menurut Teguh, kasus itu berawal pada tahun 1985, saat PT Jawa Pos membagikan saham 20% kepada para karyawan secara kolektif melalui Yayasan Karyawan Jawa Pos.

Kemudian tahun 2002, saat RUPS PT Jawa Pos, disetujui pengalihan saham milik Yayasan Karyawan Jawa Pos kepada Dahlan Iskan, dan untuk selanjutnya membentuk badan dana pensiun karyawan Jawa Pos yang akan menggantikan fungsi Yayasan Karyawan Jawa Pos.

Terhadap yayasan tersebut, lanjut Teguh, diputuskan bahwa saham 20 persen milik karyawan Jawa Pos itu harus dikembalikan.

“Yayasan Karyawan Jawa Pos itu dibubarkan oleh karena peraturan perundang-undang tentang yayasan tidak memperbolehkan membagikan hasil usaha kepada perangkat yayasan,” ungkap Teguh.

Sehingga, lanjut Teguh, Yayasan Karyawan Jawa Pos melakukan perjanjian hibah saham 20% kepada Dahlan Iskan yang dimana dalam akta notaris pengalihan tersebut diatur kewajiban Dahlan Iskan untuk menyerahkan kembali 20 persen kepada lembaga yang menggantikan fungsi Yayasan Karyawan Jawa Pos.

Tetapi yang terjadi, tahun 2016, Dahlan Iskan justru mengalihkan saham yang menjadi Hak eks Yayasan Karyawan Jawa Pos dengan cara jual beli kepada pemegang saham PT Jawa Pos lainnya. Yaitu, Ratna Dewi alias Wenny, Harjoko Trisnadi, Dorothea, Goenawan Mohamad, Fikri Jufri, Lukman S, PT Grafiti Pers.

Perkembangan selanjutnya, tahun 2022, Dahlan Iskan dalam Akta Van Dading atau Akta Perdamaian Nomor: 125/Pdt.G/2022/PN. SBY dengan para mantan karyawan Jawa Pos yang mewakili eks Yayasan Karyawan Jawa Pos, sepakat untuk membentuk lembaga pengganti untuk mengganti Yayasan Karyawan Jawa Pos yang memiliki hak untuk menerima dan memiliki saham 20% dari PT Jawa Pos.

“Sehingga, mantan karyawan Jawa Pos membentuk badan hukum Yayasan Pena Jepe Sejahtera yang berdasarkan akta van dading di atas menggantikan fungsi dari Yayasan Karyawan Jawa Pos sebelumnya untuk mengambil alih 20% saham PT Jawa Pos yang dihibahkan kepada Dahlan Iskan,” ungkap Teguh.

Tapi, kata Teguh, sampai saat ini saham tersebut belum dialihkan kembali oleh Dahlan Iskan, karena telah diperjual belikan kepada pihak lain yang tidak memiliki hak atas saham tersebut.

“IPW berpendapat bahwa telah terjadi tindak pidana penggelapan saham karyawan Jawa Pos oleh terduga DI yang tempusnya pada tahun 2016 saat DI mengalihkan saham pada Ratna dewi, Harjoko Trisnadi, Gunawan Mohammad, fikri Jufri dan lainnya tersebut,” kata Teguh.

Oleh karena itu, IPW berharap Ditreskrimsus Polda Jatim menangani kasus dugaan penggelapan deviden saham 20℅ karyawan Jawa Pos secara profesional dan akuntabel agar rasa keadilan dapat diwujudkan.

“Apalagi, saat ini terdapat informasi saksi Ratna Dewi Wonoatmojo beberapa kali diminta keterangan (Direskrimsus Polda Jatim) tetapi tidak hadir,” tandas Teguh, menyayangkan.

“IPW mendesak pelaporan karyawan Jawa Pos segera dinaikkan pada status penyidikan dan menetapkan tersangkanya guna memenuhi rasa keadilan,” imbuh Teguh, memungkasi. @licom_09

Related posts