Pilihan Redaksi
By using our website, you agree to the use of our cookies.

Jaksa Agung: 70% kejahatan di laut, bangun penegakan hukum sentralistik di laut itu keniscayaan
Jaksa Agung ST Burhanuddin. @foto:puspenkum
DEMOKRASI

Jaksa Agung: 70% kejahatan di laut, bangun penegakan hukum sentralistik di laut itu keniscayaan 

LENSAINDONESIA.COM: Jaksa Agung ST Burhanuddin menyoroti lebih dari 70% kejahatan di Indonesia sebenarnya ada di wilayah laut. Hal ini mulai dari kejahatan kemaritiman seperti illegal fishing, pembajakan sampai penyelundupan.

“Bahkan, beberapa sumber kejahatan di darat justru dari laut. Seperti kejahatan human trafficking (perdagangan orang), penyelundupan narkotika, penyelundupan BBM bersubsidi, impor barang bekas, dan lainnya, yang tidak saja mengganggu keselamatan masyarakat. Tetapi, juga mengancam kedaulatan negara,” ungkap Jaksa Agung ST Burhanuddin sebagaimana disampaikan Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, di Jakarta, dikutip LensaIndonesia.com, Sabtu (13/01/2024).

Faktanya, lanjut Jaksa Agung, masih terdapat banyak celah pada border-border yang ada. Sehingga, riskan dimanfaatkan untuk kegiatan ilegal. Hal itu disebabkan oleh kurangnya pengawasan dan kurangnya aparatur di laut, walaupun sudah ada 13 Lembaga/Instansi yang mempunyai kewenangan di laut.

Sebagian besar dari Lembaga/Instansi tersebut sudah memiliki satgas gabungan. Namun, masih banyak tugas-tugas yang kurang efektif di laut karena tumpang tindihnya kewenangan.

”Kejaksaan sebagai lembaga satu-satunya yang memiliki kewenangan di bidang penuntutan terhadap perkara-perkara yang berada di laut, sangat penting untuk diikutsertakan sebagai bagian dari penegakan hukum terpadu di laut,” tegas Jaksa Agung yang Tahun 2023 dianugerahi penghargaan prestisius “Nawacita Award 2023” dalam kategori Penegakan Hukum di Tanah Air.

Karena, menurut Jaksa Agung, ujung dari penanganan perkara akan ke Kejaksaan sebagai dominus litis dalam proses penanganan perkara.

“Kejaksaan selama ini kurang berperan aktif dalam kejahatan-kejahatan yang ada di laut. Padahal, tindak pidana di laut sangat potensial untuk menambah pendapatan negara melalui denda, dan uang pengganti dari kerugian yang disebabkan oleh tindak pidana,” terang ST Burhanuddin, yang mampu memimpin Kejaksaan RI berhasil mengungkap kasus-kasus besar (big fish), merugikan negara lebih Rp152 Triliun dan 6 Juta dolar US.

Diketahui, Indonesia memiliki sekitar 17.500 pulau, bergaris pantai sepanjang 81.000 Km. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sekitar 62% luas wilayah Indonesia adalah laut dan perairan, yakni mencapai 6,32 juta km2. Sedang, luas daratan hanya sebesar 1,91 juta Km2.

Luas negara kepulauan itu tidak semua dijaga ketat dan dapat diawasi oleh petugas keamanan.

Di sisi lain, kekayaan laut kita belum semua dilakukan eksplorasi. Padahal, jika dimanfaatkan dengan baik, potensi Sumber Daya Alam (SDA) kelautan jauh lebih besar dibanding potensi yang ada di wilayah daratan. Kelebihan yang ada ini menjadi incaran bagi pelaku kejahatan lintas negara yang memanfaatkan kondisi geografis Indonesia.

INTELEJEN KEJAKSAAN

Peranan Intelijen Kejaksaan di bidang kemaritiman, Jaksa Agung bertekad harus dioptimalkan keberadaannya dalam rangka menyelanggarakan Intelijen Penegakan Hukum.

Sasaran awal yang akan dilaksanakan, ialah mendata border-border yang ada di seluruh Indonesia, mengawasi lalu lintas/tambat kapal-kapal yang keluar masuk wilayah Indonesia, kemudian mulai melakukan pendataan barang yang keluar dan masuk di wilayah perairan seluruh Indonesia.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan, sangat konsen dengan upaya-upaya penanggulangan kejahatan di laut. Karena berdampak luas terhadap perekonomian negara, dan akan mengganggu keselamatan masyarakat, yang juga berdampak pada tindak pidana baik di darat maupun di laut.

Penanggulangan kejahatan di laut, kata Jaksa Agung, memang tidak bisa diserahkan oleh beberapa instansi saja. Mengingat, kompleksitas tindak pidana, termasuk koordinasi antar instansi. Sehingga, solusi yang harus segera dibentuk adalah kerja sama secara intensif dan efektif yang tersentralistik.

“Dengan demikian, semua kepentingan stakeholder akan menjadi satu kesatuan yang terakomodir dan terkoordinir dengan baik. Tidak saling menunggu dan saling merasa berwenang,” kata Jaksa Agung, penggagas program restorative justice, penyelesaian perkara di luar pengadilan, sepanjang 2021-2023 menyelesaikan 3200 perkara.

Menurutnya, model seperti ini harus dilakukan klasifikasi modus tindak pidana guna mempermudah dalam mengurai benang merah yang selama ini terkesan saling lempar tanggung jawab dan merasa mempunyai wewenang.

“Selain itu, harus dilakukan satu komando dan satu langkah menjaga Sumber Daya Laut Nasional sebagai bagian dari kekayaan Bangsa Indonesia yang luar biasa,” terang ST Burhanuddin, penerima  penghargaan  “The Right Man on The Right Place” Tahun 2023 dari LensaIndonesia.com.

Menutup perbincangan dengan Tim Media Puspenkum, Jaksa Agung menekankan bahwa Kejaksaan secara Sumber Daya Manusia (SDM) sudah sangat siap menjadi bagian terpenting dalam penegakan hukum di laut. @rachmat

Related posts