Pilihan Redaksi
By using our website, you agree to the use of our cookies.

IPW: Sukses Kapolri Listyo Sigit jadikan Polri dipercaya publik harus dipertahankan di 2024
Kapolri Listyo Sigit Prabowo didamping Kadiv Humas Polri Irjen Pol Sandi Nugroho (kanan) dan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto (kiri). @foto:istimewa
HEADLINE

IPW: Sukses Kapolri Listyo Sigit jadikan Polri dipercaya publik harus dipertahankan di 2024 

LENSAINDONESIA.COM: Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan, tantangan Polri ke depan, yakni berkomitmen mewujudkan insan Bhayangkara yang profesional. Dan, adil sesuai amanah tugas pokok kepolisian, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

“Kepuasan publik yang meningkat terhadap Polri pada akhir tahun 2023, dan memasuki awal 2024 ini mengindikasikan bahwa Polri di era kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo bekerja keras untuk membuat institusi Polri menjadi lembaga yang profesional dan bekerja secara profesional,” kata Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya, dikutip LensaIndonesia, Rabu (3/01/2024).

“Hasilnya, membuat Polri dipercaya oleh masyarakat,” tandas Sugeng, yang juga Sekretaris Jenderal DPN (Dewan Pimpinan Nasional) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).

Untuk itu, lanjut Sugeng, hasil survei dari Litbang Kompas, Indopol, LSI, dan Indikator harus dipertahankan pada tahun 2024.

“Caranya, setiap anggota Polri wajib menjaga sumpah jabatannya. Dan, setiap pimpinan di satuan kerja mana pun harus selalu mengingatkan bawahannya untuk tidak menyimpang dari kode etik Polri,” kata Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.

Menurut Sugeng, di dalam Pasal 5 Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode Etik Polri disebutkan pada ayat 1, bahwa setiap Pejabat Polri dalam Etika Kelembagaan wajib: c. menjalankan tugas, wewenang dan tanggungjawab secara profesional, proporsional, dan prosedural.

Huruf g, menampilkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan, ketaatan pada hukum, kejujuran, keadilan, serta menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab.

Huruf k, mendahulukan peran, tugas, wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat KEPP pada pasal 1 angka 1 Perpol 7 Tahun 2022 adalah norma atau aturan moral baik tertulis maupun tidak tertulis yang menjadi pedoman sikap, perilaku dan perbuatan pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
melaksanakan tugas, wewenang, tanggung jawab serta kehidupan sehari-hari.

“Oleh karenanya, ketegasan Kapolri Jenderal Listyo Sigit dalam menjaga marwah institusi Polri sangat dibutuhkan dalam mengelola organisasi besar dengan jumlah 450-an ribu anggota tersebut. Sehingga, sikap Kapolri “memotong kepala ikan yang busuk” sangat diperlukan dan dinantikan oleh masyarakat,” tutur pria kelahiran Semarang yang besar di Jakarta ini.

Sebab, lanjut dia, dengan cara seperti itu maka perubahan kultural di lembaga Polri bisa dibenahi sehingga reformasi Polri akan berhasil.

“Survei Kepuasan Publik oleh Litbang Kompas yang menembus angka 87 persen terkorelasi dengan catatan IPW dimana pengaduan masyatakat pada IPW menurun dari tahun sebelumnya,” kata Sugeng.

Tahun 2022, pengaduan masyarakat pada IPW mencapai 127 pengaduan, namun sepanjang tahun 2023 ini pengaduan masyarakat pada IPW hanya 79 aduan. Terkait aduan masyarakat tersebut, IPW mencatat respon tindak lanjut dari aduan yang disampaikan oleh IPW direspon dengan cukup baik oleh pimpinan Polri .

Disamping itu, peningkatan kepercayaan publik tersebut diduga kuat karena adanya pengawasan melekat oleh atasan dan atau atasan langsung dari anggota polri yang diduga melakukan pelanggaran etik, disiplin dan atau pidana.

“Pengawasan melekat ini didukung dengan adanya regulasi pengawasan melekat melalui Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2022 yang diteken oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada tanggal 16 Maret 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri,” urainya.

Dalam Perkap Waskat ini diatur adanya kewajiban atasan melakukan waskat pada bawahan (pasal 2), bahkan bila atasan tidak melakukan kewajiban waskat maka diberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku.

Waskat di lingkungan Polri itu dilakukan dengan tatap muka dan juga waskat tidak langsung dengan pemanfaatan teknologi informasi. Kegiatan waskat oleh atasan itu berupa pemberian arahan, inspeksi, asistensi, supervisi, dan atau monitor dan evaluasi.

“Dalam Perkap Waskat tersebut, atasan menerima informasi perilaku bawahan bersumber dari pengawas eksternal, masyarakat dan atau media massa, media elektronik dan atau medsos,” ungkap Sugeng.

Karena itu, lanjut dia, Informasi adanya kesalahan dan atau pelanggaran wajib ditindaklanjuti oleh atasan baik dengan proses etik dan atau proses pidana sesuai ketentuan undang-undang.

“Perkap Waskat ini menjadi rujukan aturan bagi satuan Propam, Itwasum dan Wassidik Bareskrim Polri dalam melakukan waskat pada anggota,” katanya.

Dalam catatan IPW, ungkap Sugeng, terjadi koordinasi yang baik antara tiga satuan lembaga di bawah Polri tersebut yang dijabat oleh Komjen Ahmad Dofiri sebagai Irwasum, Irjen Syahar Diantono sebagai Kadivpropam serta Brigjen Iwan Kurniawan selaku Karowassidik Bareskrim Polri.

“IPW mencatat terdapat layanan berbasis teknologi informasi untuk pengaduan masyarakat, propam Presisi, E Wassidik, Dumas Presisi, Whatsaap Yanduan yang memudahkan pengaduan masyarakat kepada institusi Polri,” tandasnya.

Regulasi dan sistem teknologi yang dimaksudkan bertujuan untuk memberikan layanan terbaik polri kepada masyatakat tentulah baik, akan tetapi ketersediaan personil yang profesional, bersikap adil dan humanis adalah lebih penting.

Catatan IPW, menurut Sugeng, juga melihat bahwa selain sistem dan regulasi, keberhasilan pencapain 87 persen kepercayaan publik terhadap Polri ini, juga didukung oleh kepemimpinan humanis Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Tentu, keberhasilan Polri ini perlu diberi apresiasi, akan tetapi catatan-catatan kritis juga perlu disampaikan antara lain: adanya “fenomena no viral no Justice” masih terjadi.

“Artinya, bila diviralkan maka respon atau atensi pimpinan Polri menjadi lebih cepat atas aduan masyarakat yang viral tersebut,” tandasnya.

“Dalam kaitan kecepatan respon juga menjadi sorotan karena adanya respon yang lambat. Bahkan ketika permasalahan yang diadukan sudah selesai respon itu baru muncul,” imbuh Sugeng.

Sugeng menegaskan, IPW juga mencatat bahwa masyarakat sulit mendapatkan keadilan dalam proses hukum di Polri dan seringkali menjadi korban ketidakadilan.

“Karena penggunaan proses hukum yang berpihak, didesain menggunakan hukum formal pada kasus-kasus saat anggota masyarakat berhadapan dengan pemilik modal dan atau memiliki akses dengan kekuasaan. Termasuk, didalamnya akses pada pimpinan Polri di tingkat wilayah, bahkan di tingkat pusat,” tuturnya.

Selain itu, lanjut dia, terdapat pula ekses-ekses penggunaan kekuasaan dan kekerasan oleh Polri dalam kasus-kasus terkait konflik-konflik masyarakat dengan pemilik modal dalam ranah investasi. Masyarakat selalu dalam posisi yang lemah dan kalah serta tidak mendapatkan pengayoman.

“Oleh sebab itu, di tahun 2024 kelemahan ini harus dieliminir disamping mempertahankan pencapaian kepercayaan publik terhadap Polri sesuai hasil survei Litbang Kompas di akhir tahun 2023,” demikian saran Ketua IPW ini.

“Sekali lagi, setiap anggota Polri harus menjaganya sesuai Tribrata dan Catur Prasetya,” pungkas Sugeng. @licom_09

 

Related posts