Pilihan Redaksi
By using our website, you agree to the use of our cookies.

Jaksa Agung ST Buhanuddin “wanti-wanti” Jaksa harus dicintai dan dipercaya rakyat
Jaksa Agung ST Burhanuddin. @foto:puspenkum
DEMOKRASI

Jaksa Agung ST Buhanuddin “wanti-wanti” Jaksa harus dicintai dan dipercaya rakyat 

LENSAINDONESIA.COM: Imbauan, Intruksi dan Edaran mengenai kode etik perilaku Jaksa sudah beberapa kali disampaikan baik melalui edaran, maupun dalam berbagai kesempatan.

Jaksa Agung ST Burhanuddin “wanti’wati” hal itu perlu menjadi perhatian kembali di masa perkembangan media sosial dan dunia digital yang sangat menghawatirkan. Terlebih seorang Jaksa adalah bagian dari penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh dan teladan.

Jaksa Agung memperhatikan dimulai dari hal yang sangat kecil. Yaitu, cara berpakaian dan penggunaan pakaian sesuai dengan Gamjak (Seragam Jaksa). Sehingga, masyarakat bisa membedakan mana Jaksa mana yang aparat lainnya.

Atribut tertentu, penempatan dan penggunaannya sangatlah penting untuk menambah performance. Ada beberapa atribut yang melambangkan organisasi dan pendidikan yang digantikan dengan konsep kekinian oleh Jaksa Agung.

“Menjadi seorang Jaksa tidak boleh sembarangan dalam berpenampilan. Sejak mereka lulus dan dilantik menjadi seorang Jaksa pun sudah dibekali dengan Kode Perilaku Jaksa,” kata Jaksa Agung, dikutip pada Senin (22/01/2024).

Dia sebutkan seperti tidak boleh bertato, tidak boleh berjenggot, tidak boleh bertindik sembarangan. Lainnya, tidak memakai pewarna rambut yang dilarang. Termasuk, tidak pamer kemewahan (Flexing), karena Jaksa itu melekat secara personality pada diri seseorang.

Jaksa Agung juga menegaskan kembali bahwa Jaksa tidak boleh mendatangi tempat-tempat tertentu yang dapat merugikan institusi seperti tempat hiburan malam dan sejenisnya.

“Menjadi seorang Jaksa itu tidak mudah karena kerap mendapat sorotan di masyarakat,” tegas Jaksa Agung, mengingatkan.

Apalagi, lanjut dia, di era yang rentan viral. Maka, cara bertutur di masyarakat juga harus mengutamakan tata krama, adab, dan etika. Hal itu bagian dari hukum yang hidup di dalam masyarakat kita.

Ketika memiliki performance dan personality yang buruk, maka akan berpengaruh pada kinerja seseorang, terlebih lagi tentang penilaian seseorang yang negatif, sehingga apapun perbuatan baik yang kita lakukan menjadi tidak bernilai atau tidak memiliki value.

“Jaksa harus memiliki kepekaan sosial, rasa empati dan yang paling penting adalah Good Character,” tegas Jaksa Agung.

Sehingga, dia mempertegas, Jaksa sebagai penegak hukum yang humanis adalah cerminan Jaksa masa kini dan di masa mendatang.

“Tidak ada larangan bermain media sosial yang bisa memperkenalkan Jaksa Humanis dan kinerja Kejaksaan di mata masyarakat. Jadilah, Jaksa yang dicintai dan dipercaya masyarakat dalam segala hal,” pungkas Jaksa Agung ST Burhanuddin. @rachmat

 

Related posts