Pilihan Redaksi
By using our website, you agree to the use of our cookies.

Polda panggil komisaris Wen, buntut eks wartawan Jawa Pos pidanakan GM Dkk diduga banca’an saham karyawan
Komisaris JP, Wen mangkir dipanggil penyidik Ditreskrimsus Polda Jatim. @foto:reha
DEMOKRASI

Polda panggil komisaris Wen, buntut eks wartawan Jawa Pos pidanakan GM Dkk diduga banca’an saham karyawan 

LENSAINDONESIA.COM: Gaduh para mantan wartawan dan karyawan Jawa Pos (JP) menuntut 20% saham karyawan yang diduga jadi banca’an dewan komisaris, Goenawan Mohamad (GM) Dkk, akhirnya berlanjut penyelesaian pidana di Polda Jatim.

Para mantan awak media Jawa Pos itu menunjuk lawyer Dr Duke Arie Widagdo, SH untuk membawa kasus tersebut ke pelanggaran pidana dengan tuduhan penggelapan saham karyawan, di Ditreskrimsus Polda Jatim. Hal ini setelah para mantan wartawan gagal mengupayakan penyelesaian secara musyawarah.

Penyidik Ditreskrimsus melakukan pemanggilan kepada RDW alias Wen, Komisaris Utama JP. Wen diminta datang di kantor Ditreskrimsus Polda Jatim untuk dilakukan pemeriksaan pada Rabu (18/12/2023).

“Benar. Dia (Wen) akan dieriksa di Polda Jatim, Rabu 20 Desember 2023 ini. Kepastian ini, saya peroleh dari tim pengacara,” kata mantan wartawan senior JP, Surya Aka, yang juga Ketua Yayasan Pena Jepe Sejahtera, termasuk saksi pelapor, Rabu (18/12/2023).

Wen dipanggil penyidik karena diduga mengantongi saham karyawan sebanyak 1,69 persen atau 3.375.000 lembar. Namun, hingga Rabu sore Pukul 16.00 WIB, wartawan yang sengaja menyanggong Wen di Kantor Ditreskrimsus Polda Jatim, tidak melihat kehadiran Wen.

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Dirmanto dihubungi wartawan terkait pemanggilan komisaris Wenny ini, belum bisa memberikan keterangan.

“Maaf, Bapak lagi ada kegiatan di Polrestabes Surabaya,” kata staf Humas Polda Jatim, dikutip Rabu (20/12/2023).

Sebelumnya, penyidik sudah memeriksa beberapa mantan wartawan JP sebagai saksi pelapor yang merasa dirugikan hak-haknya oleh para komisaris JP.

“Hak saham 20 persen dan deviden karyawan tidak pernah diberikan sejak tahun 2002,” ungkap Surya Aka, yang sudah diperiksa sebagai salah satu saksi pelapor.

Mayoritas para mantan karyawan Jawa Pos hidup di masa tua dalam kondisi memprihatinkan. Karena hak saham “dirampas”, sehingga para pensiunan JP ini tanpa ada tunjangan hari tua yang memadai. Bahkan, ada yang belum punya rumah. Beda dengan wartawan dan karyawan Kompas yang memperleh tunjangan pensiun per bulan minim Rp5 juta.

Dalam laporan pidana yang dilayangkan kuasa hukum Duke Arie Widagdo, menyebutkan ada 8 orang pemegang saham Jawa Pos yang menguasai saham 20 persen itu. Rinciannya, yakni GM mengantongi 2.093.820 lembar (1,28 persen), FJ sebanyak 2.093.820 lembar (1,04 persen).

Lainnya, Ny ES atau DS sebanyak 2.566.253 lembar (1,28 persen), LS sebanyak 2.093.820 lembar (1,04%), HT sebanyak 2.093.820 lembar (1,04 persen), dan PT Graffiti Pers sebanyak 16.750.567 lembar (8,83 persen), serta RDW alias Wen 3.375.000 lembar (mewakili pengelola Djawa Post lama), dan Dis sebanyak 4.000.000 lembar (2 persen).

Saham 20 persen itu sebelumnya menjadi hak karyawan sejak Tempo Group mengakuisisi koran Djawa Post (sebelum ganti nama Jawa Pos) awal 80-an. Namun mulai 2002, karyawan sudah tidak lagi mendapatkan haknya, yakni deviden. Pada 2016, menjelang Dahlan Iskan dilengserkan dari manajemen Jawa Pos, saham karyawan itu pun dibagikan kepada para pemegang saham yang juga sebagai dewan komisaris.

“Pada tahun 2001 diadakan RUPS, keputusannya antara lain 20 persen saham untuk karyawan diperkirakan nilainya Rp1,5 sampai Rp2 triliun. Meski ada keputusan RUPS itu, namun manajemen tidak pernah merealisasikan hak saham, yakni deviden kepoada karyawan,” kata Slamet Oerip Prihadi, Sekretaris Yayasan Pena Jepe Sejahtera.

Sementara itu, jumlah mantan karyawan penerima hak tersebut, tercatat 400 orang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka ini, 140 orang sudah almarhum. Sisanya, 260 orang masih hidup. Jumlah ini tidak termasuk karyawan yang masih aktif hingga sekarang.

Hak saham itu sesuai keputusan RUPS 2001, seharusnya dibawah kuasa Yayasan Karyawan Jawa Pos. Namun, manajemen dalam kendali Dahlan Iskan tidak pernah mewujudkan yayasan itu. Baru tahun 2022, pasca Dahlan dilengserkan manajemen Jawa Pos Group, yayasan karyawan terbentuk. Itu pun berkat keputusan kesepakatan damai di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Dahlan pun bersedia menyerahkan 2 persen saham karyawan yang dikuasai.

Walau begitu, realisasi pasca keputusan PN Surabaya itu tidak pernah terwujud. Termasuk, pencairan deviden khusus saham 2 persen yang dikembalikan Dahlan.

Upaya penuntutan dengan cara musyawarah terus ditempuh para mantan karyawan. Perjuangan para pensiunan ini, sekaligus memperjuangkan nasib wartawan maupun karyawan yang masih aktif. Apabila hak saham karyawan itu dikembalikan, tentu mereka yang masih aktif akan lebih sejahtera, karena memperoleh pembagian deviden karyawan.

Bahkan, mantan wartawan senior JP Abdul Muis alias Amu –panggilan inisialnya– dalam memperjuangkan hak itu, melakukan aksi menggugah nurani dengan cara melakukan gowes Surabaya-Jakarta sepanjang 800 Km.

Amu menempuh perjalanan jauh bersepeda pancal selama lima hari itu, hanya ingin bertemu GM.  Dia juga ingin menemui dan Curhat kepada Ny ES di kediamannya, Jakarta Selatan. Isteri mendiang mantan Dirut Jawa Pos, ES ini sudah dianggap seperti orang tua sendiri.

“Kami ingin Curhat ke Bu Er. Saya yakin Beliau pasrah keputusan komisaris yang lain soal saham karyawan. Sebab, dulu yang memperjuangkan saham karyawan itu Almarhum Pak Er. Andai Beliau masih hidup, nasib pensiun Jawa Pos tentu tidak seperti sekarang ini,” kata Amu.

Sayang, niat bertemu GM dan Ny ES tidak berhasil. Namun, Amu sempat bertemu Ketua Dewan Pers Dr Ninik Rahayu, SH, MS dan Ketua Umum PWI Hendry Bangun. Kedua sangat mengapresiasi perjuangan awak media Jawa Pos dalam menuntut haknya untuk menopang hidup di masa pensiun.

“Saya prihatin. Seharusnya persoalan ini bisa diselesaikan sejak awal, karena ada hak dan kewajiban. Jadi, tidak perlu ada yang gowes dari Surabaya ke Jakarta,” kata Ninik.

BERAWAL KORAN KECIL DJAVA POST

Sebagaimana diketahui, sebelum PT Grafiti Pers (Penerbit Majalah Tempo) mengakuisisi dan mengganti nama Harian Jawa Pos, koran ini oplahnya tidak lebih dari satu becak di Surabaya.

Nama awalnya, Djava Post didirikan pada 26 Juni 1946 oleh pengusaha kelahiran Bangka, The Chung Shen (Suseno Tedjo) yang mengawali karier sebagai akuntan di Surabaya.

Tahun 1982, Direktur Utama PT Grafiti Pers (Penerbit Majalah Tempo) Eric Samola mengambil alih dari manajemen lama. Dahlan Iskan sebagai Kepala Biro Majalah Tempo di Surabaya dipercaya menjadi pemimpin redaksi Jawa Pos. Selain Dahlan, wartawan Tempo Biro Surabaya yang ikut bergabung, yakni Slamat Oerip Prihadi, Darma Dewangga (pensiun, Alm.) dan Garjito Oetomo (tidak bertahan, Alm.)

Dahlan Iskan berhasil membawa Jawa Pos maju pesat. Hanya hitungan tahun mampu meninggalkan jauh oplah Koran Memoradum, dan menggungguli koran beroplah terbesar di Jawa Timur, yakni Surabaya Post.

Bahkan, dalam kurun lima tahun oplah tembus 300 ribu, dan budaya baca koran setiap sore bagi masyarakat di Jawa Timur yang terlanjur dibentuk Surabaya Post sebagai koran terbit sore mampu direvolusi Jawa Pos. Budaya masyarakat baca koran pun berubah jadi setiap pagi menjelang kerja, atau baca koran sambil minum kopi.

Rekruitmen wartawan gelombang pertama, kedua, dan ketiga pada 1982 dan 1984, 1986, dan seterusnya menghasilkan wartawan yang namanya cukup populer di kalangan jurnalis regional maupun nasional.

Di antaranya, Margiono (Alm.) Pemred Harian “Rakyat Merdeka” yang juga Mantan Ketua PWI Pusat, Sholihin Hidayat (Alm.) Mantan Pemred Jawa Pos yang juga Komisaris Bulog, Djoko Susilo (Alm.) Mantan Duta Besar Swiss, Mantan Pemred Jawa Pos Dhimam Abror, Mantan Pemred Arif Affandi (Mantan Wakil Walikota Surabaya), dan masih banyak lagi.

Memasuki tahun keenam, dikutip dari wikipedia, terbentuklah Jawa Pos News Network (JPNN). JP menjadi jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, memiliki lebih 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Tahun 1997, Jawa Pos mendirikan Gedung Graha Pena, berlantai 21 di Jl. Ahmad Yani 88 Surabaya.

Tahun 2001, Jawa Pos mendirikan stasiun televisi swasta regional JTV di Surabaya. Memiliki kantir dan gedung sendiri di depan Gedung Graha Pena.

Kemudian 2002, Jawa Pos Group membangun pabrik kertas koran kedua berkapasitas dua kali lebih besar dari pabrik yang pertama. Berlokasi di Kabupaten Gresik. PT Adiprima Sura Perinta itu, mampu memproduksi kertas koran 450 ton/hari.

Tahun 2002, saat karyawan Jawa Pos mulai tidak lagi menerima hak deviden, sejak itu dibangun Graha Pena di Jakarta. Kemudian, bermunculan gedung-gedung Graha Pena di hampir semua wilayah di Indonesia.

Memasuki 2003, Jawa Pos Group merambah bisnis baru: Independent Power Plant. Proyek pertama adalah 1 x 25 MW di Kab. Gresik, yakni dekat pabrik kertas. Proyek yang kedua 2 x 25 MW, didirikan di Kaltim, bekerjasama dengan perusahaan daerah setempat.

Tahun 2008, Jawa Pos Group menambah stasiun televisi baru: Mahkamah Konstitusi Televisi (MKtv) yang berkantor di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta.

Pada 2009, Jawa Pos Group menambah data center baru: Fangbian Iskan Corporindo (FIC) yang berkantor di Gedung Graha Pena Surabaya. Kini, Jawa Pos hadir dengan stasiun televisi Jawa Pos TV.

Terpisah, Zaina Mutaqien yang pernah menjabat salah satu Direktur PT Jawa Pos (2006-2017) menyebutkan bahwa Komisaris Utama Wen adalah pihak yang paling tahu soal saham Yayasan Karyawan Jawa Pos. Selain dia, tentu Dahlan Iskan (Dis). Sebab, Wen jadi Direktur Keuangan PT Jawa Pos sejak 2000.

Tahun 2006, lanjut dia, Wen ditunjuk jadi Direktur Utama PT Jawa Pos sampai Tahun 2020.  Selanjutnya, dia diangkat  untuk menggantikan posisi Dis sebagai Komisiaris Utama hingga sekarang. Sehingga, Wen sangat tahu selama saham 20 persen itu dititipkan kepada Dis.

“Saham 20 persen itu kemudian oleh Dis dibagi-bagikan kepada semua pemegang saham eksisting Jawa Pos pada 2016. Wen dan Dis termasuk yang mendapatkan bagian dari bagi bagi saham itu,” pungkas Zainal yang kini menjalani vonis pidana untuk perkara lain, dalam keterangan tertulisnya. @reha

 

 

 

Related posts