Pilihan Redaksi
By using our website, you agree to the use of our cookies.

Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIII: Profil Sang Raja Jawa di Era Modern
Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIII dan Prameswari Dalem GKR. Pakoe Boewono. (Foto: instagram @pakoeboewono.13)
TOKOH

Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIII: Profil Sang Raja Jawa di Era Modern 

LENSAINDONESIA.COM: Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIII (PB XIII) adalah tokoh sentral dalam sejarah Kasunanan Surakarta di era modern. Lahir pada 28 Juni 1948, PB XIII menghadapi tantangan besar dalam klaim takhta setelah wafatnya sang ayah, Sri Susuhunan Pakubuwana XII (PB XII). Konflik dualisme kepemimpinan antara dua putra Pakubuwana XII, KGPH. Hangabehi dan KGPH. Tejowulan, menjadi peristiwa kontroversial yang memerlukan waktu delapan tahun untuk diselesaikan.

Awal Kehidupan
Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIII, lahir dengan nama GRM. Suryadi, merupakan putra tertua dari garwa ampil Susuhunan Pakubuwana XII, KRAy. Pradapaningrum. Namun, sakit-sakitan membuat neneknya, GKR. Pakubuwana, mengganti namanya menjadi GRM. Suryo Partono. Sebagai pangeran tertua, dia diberi gelar Hangabehi dengan gelar Kangjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH), menandakan statusnya sebagai calon penerus takhta.

Dalam pemerintahan Kasunanan Surakarta, Hangabehi mengemban berbagai jabatan penting, termasuk Pangageng Museum Kraton Surakarta. Prestasinya diakui dengan anugerah Bintang Sri Kabadya I atas peran dalam mengatasi kebakaran Kraton Surakarta tahun 1985. Karier di luar kraton membawanya bekerja di Caltex Pacific Indonesia, Riau, sebelum pindah ke Jakarta. Selain itu, Hangabehi mendapat gelar Doktor Kehormatan dari Universitas Global (GULL, Amerika Serikat) dan aktif di Organisasi Amatir Radio Indonesia.

Naik Takhta sebagai Raja
Konflik muncul setelah wafatnya Sri Susuhunan Pakubuwana XII pada 11 Juni 2004. Dualisme kepemimpinan antara KGPH. Hangabehi dan KGPH. Tejowulan menciptakan kebingungan. Pada 31 Agustus 2004, KGPH. Tejowulan dinobatkan sebagai raja di Sasana Purnama, Surakarta. Namun, pada 10 September 2004, KGPH. Hangabehi juga dinobatkan sebagai raja oleh pendukungnya di Kraton Surakarta.

Ketegangan mencapai puncaknya saat KGPH. Tejowulan bersama pendukungnya menyerbu Keraton Surakarta pada awal September 2004, menyebabkan keributan dan sejumlah orang mengalami luka-luka. Kondisi ini membuat pihak pemerintah Indonesia turun tangan, dan KGPH. Hangabehi akhirnya meraih legitimasi sebagai Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIII. Konflik berlanjut selama delapan tahun hingga rekonsiliasi pada 2012, dengan KGPH. Tejowulan mengakui KGPH. Hangabehi sebagai Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIII.

Rekonsiliasi Damai
Rekonsiliasi damai antara KGPH. Hangabehi dan KGPH. Tejowulan terjadi pada 4 Juni 2012 di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta. Diprakarsai oleh Wali Kota Surakarta saat itu, Joko Widodo, rekonsiliasi tersebut menyepakati bahwa KGPH. Tejowulan melepas gelar Pakubuwana XIII dan menerima gelar Kangjeng Gusti Pangeran Harya Panembahan Agung. Gelar Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIII secara resmi menjadi milik KGPH. Hangabehi.

Meskipun awalnya ditentang oleh Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta yang dipimpin oleh GKR. Wandansari (Gusti Moeng), rekonsiliasi tetap berlangsung. Pada peringatan Tingalandalem Jumenengan (peringatan kenaikan takhta) Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIII yang ke-8 pada 15 Juni 2012, terjadi keributan, kubu LDA yang terdiri dari beberapa orang putra-putri PB XII dan PB XIII bahkan sempat menghalangi rombongan kubu KGPH. Tejowulan yang hendak memasuki Sasana Sewaka, hingga menyebabkan terjadinya keributan dan adu mulut.

Konflik kembali terjadi pada 26 Agustus 2013, Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta yang dipimpin oleh GKR. Wandansari (Gusti Moeng) memaksa masuk ke dalam Sasana Putra di kawasan Kraton Surakarta dan membuat kekacauan dengan membubarkan secara paksa acara halal bihalal sekaligus pengukuhan Tejowulan sebagai mahamenteri yang diadakan oleh PB XIII. Disusul pada malam harinya, kembali terjadi keributan yang mengakibatkan adanya pendobrakan pintu gerbang Sasana Putra oleh massa pendukung PB XIII dan sebagian warga Baluwarti.

Usai mendobrak pintu Sasana Putra, massa berusaha menyelamatkan PB XIII dan keluarganya yang diduga telah disandera oleh pihak LDA. Setelah peristiwa tersebut, PB XIII tidak dapat memasuki kawasan inti Kraton Surakarta dan memimpin beberapa upacara adat karena adanya penutupan beberapa akses dari kediamannya di Sasana Narendra menuju kawasan inti keraton.

Permasalahan tersebut akhirnya membuat TNI dan Kepolisian turun tangan. Mediasi pun dilakunan antara pihak PB XIII dan Lembaga Dewan Adat, yang hasilnya pada bulan April 2017, PB XIII dan KGPH. Tejowulan bisa kembali masuk ke dalam kawasan inti Kraton Surakarta dan menyelenggarakan upacara Tingalandalem Jumenengan yang dihadiri oleh keluarga, abdidalem, perwakilan masyarakat, dan beberapa pejabat tinggi pemerintahan.

Peran Sebagai Raja
Sejak dinobatkan sebagai raja, PB XIII aktif dalam pelestarian budaya Jawa. Mengadakan berbagai upacara adat dan acara besar kraton seperti Labuhan, Garebeg, Sekaten, dan Kirab Malam 1 Sura. PB XIII juga meneruskan tradisi pemberian gelar kebangsawanan kepada tokoh berprestasi dan berjasa terhadap Kraton Surakarta dan budaya Jawa.

Sebagai pelindung kebudayaan Jawa, PB XIII terlibat dalam berbagai kegiatan pelestarian budaya, seperti pameran keris dan tosan aji, serta pergelaran wayang kulit. Pada tahun 2018, PB XIII mendapatkan penghargaan sebagai pemrakarsa pergelaran wayang kulit dengan kelir terpanjang di dunia. Selain itu, PB XIII juga kerap terlibat aktif dalam kegiatan sosial, membantu program vaksinasi Covid-19, dan menghadiri berbagai acara penting.

Melantik Putra Mahkota
Dalam upacara Tingalandalem Jumenengan ke-18 pada 27 Februari 2022, PB XIII mengangkat putra tunggalnya dari Permaisuri GKR. Pakoe Boewono, KGPH. Purbaya, sebagai putra mahkota Kasunanan Surakarta dengan gelar KGPAA. Hamangkunegara Sudibya Rajaputra Narendra ing Mataram. Pengukuhan tersebut disaksikan oleh keluarga, abdidalem, tamu undangan, dan tokoh penting termasuk Ketua DPD-RI La Nyalla Mattalitti, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Wiranto, dan Addatuang Sidenreng XXV Andi Faisal.

Sri Susuhunan Pakubuwana XIII telah menjalani perjalanan panjang dalam kepemimpinannya di Kasunanan Surakarta. Dari konflik dualisme kepemimpinan hingga rekonsiliasi damai, PB XIII terus berperan sebagai pelindung budaya Jawa dan pemimpin adat di masyarakat. Melalui perannya, Kasunanan Surakarta terus aktif dalam pelestarian budaya dan kegiatan sosial, menciptakan warisan yang berharga bagi generasi mendatang. @Andriw

Related posts