Pilihan Redaksi
By using our website, you agree to the use of our cookies.

Ahli hukum pidana nilai PN Surabaya rugikan semua pihak, masih sidang online pasca pandemi
Ahli Hukum Pidana Unmer Surabaya, Dr. Bastian Nugroho. FOTO: doc.licom
DEMOKRASI

Ahli hukum pidana nilai PN Surabaya rugikan semua pihak, masih sidang online pasca pandemi 

LENSAINDONESIA.COM: Kebijakan Pengadilan Negeri Surabaya yang masih memberlakukan sidang secara virtual (online) pasca bebas pandemi COVID-19 menjadi sorotan banyak pihak, termasuk kalangan praktisi dan pakar hukum.

Ahli Hukum Pidana Universitas Merdeka (Unmer) Surabaya, Dr. Bastian Nugroho, SH.,MH bahkan menilai, penerapan persidangan online tersebut
sangat tidak efektif, sebab kondisi saat ini sudah dinyatakan bebas dari pandemi COVID-19. Menurutnya, sidang online yang masih diterapkan ini bisa merugikan semua pihak.

“Persidangan online yang masih diterapkan hingga saat ini sangat merugikan semua pihak, baik terdakwa, penuntut umum, maupun hakim sendiri. Karena selama ini masih banyak terjadi kendala sehingga sangat tidak efektif,” kritiknya saat ditemui lensaindonesia.com di Surabaya, Kamis (01/02/2024).

Terkait pelaksanaan persidangan, Bastian juga menegaskan, bahwa dalam sidang hukum pidana, terdakwa wajib dihadirkan dimuka persidangan sebagaimana diatur dalam Pasal 154 KUHAP Ayat (6) Tahun 2009 untuk dapat didengarkan keterangannya kesaksiannya secara objektif.

“Terdakwa wajib dihadirkan didepan persidangan, apalagi dalam pemeriksaan saksi. Kenapa, mungkin ada keterangan yang tidak berkesesuaian serta pembuktian pada barang bukti. Pemeriksaan pumbuktian itu tidak hanya diperiksa secara formal saja, tapi juga secara formil apa ada kesesuaian. Oleh karena itu terdakwa harus dihadirkan,” tegasnya.

Terkait masih diberlakukan persidangan secara online itu, Pengadilan Negeri Surabaya sebelumnya menyatakan masih mengacu pada Perma Nomor: 4 Tahun 2020, menurut Sebastian, saat ini sudah tidak dalam keadaan darurat.

“Penerapan sidang online itu, diberlakukan karena adanya pandemi COVID-19, sehingga pemerintah mengambil kebijakan untuk memberlakukan pembatasan sehingga Kejaksaan Agung menerbitkan Perma Nomor: 4 Tahun 2020,” terangnya.

Namun, dengan berakhirnya masa pandemi COVID-19 sebagaimana adanya Peputusan Presiden (Keppres) Nomor: 17 Tahun 2023, lanjut, Sebastian seharusnya persidangan harus dilakukan secara tatap muka (offline).

“Dengan keluarnya Keppres itu, Pemerintah sudah menyatakan kalau pandemi COVID-19 sudah berakhir dan seharusnya persidangan terutama pada hukum pidana, dilakukan dengan tatap muka,” tambahnya.

“Faktanya sekarang sudah tidak ada COVID-19, seharusnya kembali kepada aturan persidangan dimana terdakwa wajib dihadirkan untuk terciptanya rasa keadilan,” tegasnya.

Disinggung keluarnya Keppres Nomor: 17 Tahun 2023 apa tidak secara otomatis menggugurkan Perma tersebut, Sebastian menegaskan, bahwa secara fakta diberbagai tempat sudah diberlakukan sidang secara tatap muka.

“Memang Perma itu dikeluarkan oleh yudikatif sementara Keppres dikeluarkan oleh eksekutif. Dengan situasi negara yang sudah bebas dari pandemi COVID-19 sebagaimana menjadi acuan, Mahkamah Agung Wajib mengeluarkan Perma baru untuk menggugurkan Perma yang sudah dikeluarkan,” pungkasnya.@rofik

Related posts